Senin, 12 Desember 2011

Kala Suami Hobi 'Bergaul'

PULANG jam berapa Pa? Masih lama enggak?” Pesan singkat itu sudah berkisar 30 menit yang lalu terkirim ke ponsel Heri, suami Dania, namun belum dibalas juga. Bolak-balik Dania mengecek handphone-nya tapi masih saja bergeming. Dania membatin, “Kalau sudah ngumpul sama teman-temannya, pasti deh lupa waktu!”

Apakah kondisi serupa pernah Anda alami? Kesal ya Moms kalau Dads masih sering kongko-kongko dengan sejumlah temannya, seolah ‘melupakan’ keluarga. Bagaimana menghadapi situasi ini?

Perlu disadari dalam tahap kehidupan manusia pasti akan ada perubahan dan diperlukan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Ketika memutuskan untuk menikah dan berkeluarga, individu harus menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab yang baru. Prioritas hidup pun berubah. Keluarga menjadi prioritas.

Sejak awal, baik suami atau istri sebaiknya membicarakan bagaimana mereka akan membagi waktu dengan bijaksana. Menekuni hobi atau berkumpul dengan teman-teman tetap diperlukan untuk menjaga keseimbangan hidup, namun harus dalam batas yang wajar.

Bila sebelum menikah bisa berkumpul dengan teman setiap weekend, maka setelah berkeluarga mungkin sebulan sekali atau bergantung kesepakatan suami dan istri.

Ingatkan Kembali Peran & Tugas Suami

Hal utama yang harus dilakukan istri adalah mengajak suami mendiskusikan masalah tersebut. Bisa saja suami merasa hal itu bukanlah masalah karena ia menilai selama ini istri (mungkin) tidak keberatan.

Sampaikan pula kepada suami bahwa peran serta keterlibatan Dads dalam rumah sangat dibutuhkan keluarga. Ajaklah suami bicara saat kondisinya sedang baik, artinya tunggu timing yang tepat. Buatlah kesepakatan mengenai pembagian tugas rumah tangga, atau bila sudah ada, ingatkan kembali bagian masing-masing.

Anda perlu meluruskan kalau ini bukanlah larangan untuk berkumpul bersama teman-teman. Toh meski telah menikah, baik suami atau istri tetap memiliki kebutuhan sosial yakni menjalin hubungan pertemanan yang sehat.

Belum Dewasa?


Bila terjadi konflik, istri sebaiknya tak serta-merta mencap suami sebagai sosok yang belum dewasa. Misal, “Ah, dia memang belum dewasa sih! Maunya masih senang-senang saja. Lupa sudah punya anak-istri!”

Usia suami pun tak bisa dijadikan patokan, sebab tingkat kedewasaan seseorang tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan kondisi ini saja. Akan lebih tepat mengatakan kalau suami kurang seimbang dalam mengatur atau mengelola waktunya. Ia kurang bijaksana dalam membagi peran-peran dirinya, kapan berlaku sebagai suami, ayah atau sebagai teman.

Siasati Cara Berkomunikasi

Komunikasikan dengan baik dalam menghadapi masalah ini. Bila istri sudah mengetahui jadwal kegiatan suami, termasuk jadwal berkumpulnya bersama teman-teman, sebelum hari H, istri sebaiknya sudah membantu mengingatkan hal-hal yang harus diperbaiki atau hal yang memerlukan peran suami di dalamnya. Demikian pula sebaliknya.

Saling memahami dan mengingatkan harus terus dilakukan satu sama lain, tentunya dengan cara berkomunikasi yang baik. Jika memahami karakter pasangan, baik suami atau istri akan bisa menemukan cara menyampaikan sesuatu dengan tepat. Misal, bila suami mudah lupa, tempelkan saja kertas berwarna di tempat yang pasti dilihatnya jika ada hal-hal yang harus ia lakukan seperti mengganti lampu, mengantar si kecil les renang, mengecat pagar dan sebagainya. Nah, daripada Moms terburu dibawa emosi mendengar Dads hendak kongko (lagi), carilah cara yang tepat untuk menyampaikannya, ya! (Sumber: Tabloid Mom & Kiddie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar