“PULANG jam berapa Pa? Masih lama enggak?” Pesan
singkat itu sudah berkisar 30 menit yang lalu terkirim ke ponsel Heri,
suami Dania, namun belum dibalas juga. Bolak-balik Dania mengecek handphone-nya tapi masih saja bergeming. Dania membatin, “Kalau sudah ngumpul sama teman-temannya, pasti deh lupa waktu!”
Apakah kondisi serupa pernah Anda alami? Kesal ya Moms kalau Dads masih sering kongko-kongko dengan sejumlah temannya, seolah ‘melupakan’ keluarga. Bagaimana menghadapi situasi ini?
Perlu
disadari dalam tahap kehidupan manusia pasti akan ada perubahan dan
diperlukan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
Ketika memutuskan untuk menikah dan berkeluarga, individu harus
menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab yang baru. Prioritas hidup
pun berubah. Keluarga menjadi prioritas.
Sejak awal, baik suami
atau istri sebaiknya membicarakan bagaimana mereka akan membagi waktu
dengan bijaksana. Menekuni hobi atau berkumpul dengan teman-teman tetap
diperlukan untuk menjaga keseimbangan hidup, namun harus dalam batas
yang wajar.
Bila sebelum menikah bisa berkumpul dengan teman setiap weekend, maka setelah berkeluarga mungkin sebulan sekali atau bergantung kesepakatan suami dan istri.
Ingatkan Kembali Peran & Tugas Suami
Hal
utama yang harus dilakukan istri adalah mengajak suami mendiskusikan
masalah tersebut. Bisa saja suami merasa hal itu bukanlah masalah karena
ia menilai selama ini istri (mungkin) tidak keberatan.
Sampaikan pula kepada suami bahwa peran serta keterlibatan Dads dalam
rumah sangat dibutuhkan keluarga. Ajaklah suami bicara saat kondisinya
sedang baik, artinya tunggu timing yang tepat. Buatlah kesepakatan
mengenai pembagian tugas rumah tangga, atau bila sudah ada, ingatkan
kembali bagian masing-masing.
Anda perlu meluruskan kalau ini
bukanlah larangan untuk berkumpul bersama teman-teman. Toh meski telah
menikah, baik suami atau istri tetap memiliki kebutuhan sosial yakni
menjalin hubungan pertemanan yang sehat.
Belum Dewasa?
Bila
terjadi konflik, istri sebaiknya tak serta-merta mencap suami sebagai
sosok yang belum dewasa. Misal, “Ah, dia memang belum dewasa sih! Maunya masih senang-senang saja. Lupa sudah punya anak-istri!”
Usia
suami pun tak bisa dijadikan patokan, sebab tingkat kedewasaan
seseorang tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan kondisi ini saja.
Akan lebih tepat mengatakan kalau suami kurang seimbang dalam mengatur
atau mengelola waktunya. Ia kurang bijaksana dalam membagi peran-peran
dirinya, kapan berlaku sebagai suami, ayah atau sebagai teman.
Siasati Cara Berkomunikasi
Komunikasikan
dengan baik dalam menghadapi masalah ini. Bila istri sudah mengetahui
jadwal kegiatan suami, termasuk jadwal berkumpulnya bersama teman-teman,
sebelum hari H, istri sebaiknya sudah membantu mengingatkan hal-hal
yang harus diperbaiki atau hal yang memerlukan peran suami di dalamnya.
Demikian pula sebaliknya.
Saling memahami dan mengingatkan harus
terus dilakukan satu sama lain, tentunya dengan cara berkomunikasi yang
baik. Jika memahami karakter pasangan, baik suami atau istri akan bisa
menemukan cara menyampaikan sesuatu dengan tepat. Misal, bila suami
mudah lupa, tempelkan saja kertas berwarna di tempat yang pasti
dilihatnya jika ada hal-hal yang harus ia lakukan seperti mengganti
lampu, mengantar si kecil les renang, mengecat pagar dan sebagainya.
Nah, daripada Moms terburu dibawa emosi mendengar Dads hendak kongko
(lagi), carilah cara yang tepat untuk menyampaikannya, ya! (Sumber:
Tabloid Mom & Kiddie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar