Penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi telah terbukti dapat
mencegah kehamilan dan mengurangi risiko penularan Infeksi Menular
Seksual (IMS).
Penggunaan karet pengaman ini pun mudah, selain
harganya lebih terjangkau ketimbang jenis kontrasepsi lain. Namun
sayang, penggunaan kondom di masyarakat nyatanya masih sangat rendah
dibandingkan jenis kontrasepsi lain, yakni kurang dari 10 persen.
Menurut Koordinator Pelayanan Medis Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesiaa (PKBI) DKI Jakarta, Bondan Widjajanto, banyak alasan yang
melatarbekangi redupnya popularitas kondom.
Setidaknya ada 6 (enam) alasan mengapa pemakaian kondom di kalangan pria masih minim :
1. Kontrasepsi "hanya untuk perempuan (isteri)"
Selama
ini, penggunaan kontrasepsi kerap dibebankan kepada kaum perempuan.
Padahal, pria juga mempunyai peran penting dalam mencegah kehamilan dan
penularan infeksi penyakit menular seksual. Apalagi jika melihat
kenyataan di lapangan bahwa pria sebagai individu yang paling berisiko
menularkan penyakit infeksi menular seksual karena perilaku seksual yang
cenderung berisiko.
2. Tidak nyaman (sensasi berkurang)
Kebanyakan
pria malas menggunakan kondom karena merasa kenikmatan dan sensasi saat
berhubungan seksual berkurang. Padahal, desain kondom yang saat ini
diproduksi sudah sangat tipis, elastis dan tahan lama sehingga tidak
menghilangkan sensitivitas secara keseluruhan.
3. Stigma kondom sebagai alat seks bebas
Tidak
benar jika ada anggapan yang mengatakan penggunaan kondom sebagai
pendorong seks bebas. Masih adanya anggapan keliru di masyarakat yang
berangangapan bahwa penggunaan kondom mendukung seks bebas membuat
sosialisasi dan penerapannya tidak berjalan lancar.
4. Kondom gagal cegah kehamilan
Kegagalan
kondom dalam pencegahan kehamilan timbul lebih karena pemahaman yang
kurang di masyarakat. Kegagalan kondom lebih sering disebabkan
pemakaianya yang tidak benar, bukan karena mutu kondom itu sendiri.
Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan, sekitar 30-60 persen
pria mengaku selalu menggunakan kondom, tetapi di antara mereka yang
menggunakan kondom belum tentu memakainya secara benar.
"Turunnya
keefektifan kondom lebih disebabkan pada faktor manusia. Jadi jangan
gunakan kuku saat menyobek bungkusnya, jangan taruh di dompet, dan
sebelum digunakan harus dilihat dulu kedaluarsanya," kata Bondan saat
kunjungan media ke PT. Mitra Rajawali Banjaran, Bandung, Selasa,
(1/11/2011).
5. Mudah lepas, pecah atau sobek
Kondom
telah diuji dengan ketat di laboratorium. Kondom tergolong produk
kesehatan dan pengujiannya berada di bawah Departemen Kesehatan. Pada
waktu diproduksi di pabrik pun kondom akan melalui serangkaian pengujian
ulang sebelum dikemas. Beberapa studi di AS menunjukkan bahwa angka
kondom pecah kurang dari 2 persen.
"Untuk memenuhi Standar Mutu
Internasional (ISO 4074) tiap helai kondom yang diproduksi harus melalui
uji elektronis, karena itu tidak mudah robek," kata Bondan.
6. Virus HIV dapat menembus kondom
Ada
anggapan bahwa kondom mengandung lubang-lubang yang bisa dilalui HIV.
Hal ini memang benar kalau kondom terbuat dari bahan alami seperti usus
domba. Tetapi kondom jenis itu sudah jarang diproduksi. Kondom lateks,
yang lazim ditemukan di pasaran, cukup kuat dan sudah diuji untuk
menahan mikro-organisme termasuk sperma dan HIV.
"Kondom memang
ada pori tapi sangat kecil sekali. Studi laboratorium membuktikan, bahwa
kondom yang terbuat dari lateks sangat kedap untuk mencegah masuknya
HIV," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar